Upaya pemerintah Kabupaten Temanggung dalam mendukung Program Penataan dan
Pelestarian Kota Pusaka tertuang dalam RPJMD Kabupaten Temanggung Tahun
2013-2018 dengan visi “Terwujudnya Temanggung Sebagai Daerah Agraris Berwawasan
Lingkungan, Memiliki Masyarakat Agamis, Berbudaya, Dan Sejahtera Dengan
Pemerintahan Yang Bersih”. Upaya penataan dan pelestarian kota pusaka dalam
RPJMD Kabupaten Temanggung Tahun 2014 – 2018 tertuang dalam Misi ke-2 yaitu
Mewujudkan Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan yang Agamis, Berbudaya, dan
Sejahtera. Adapun sasaran, strategi dan kebijakan dari Misi ke-2 selengkapnya
adalah sebagai berikut:
1. Sasaran • Meningkatnya Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial ( PMKS ) • Meningkatkan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial •
Meningkatnya Kesejahteraan Rumah Tangga Sasaran • Meningkatnya Pencegahan,
Penanggulangan, dan Penanganan Bencana • Meningkatnya Kualitas dan
Produktifitas Tenaga Kerja • Meningkatknya Kesempatan Kerja dan Menurunkan
Tingkat Pengangguran • Meningkatnya Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan
Lembaga • Meningkatnya Keberdayaan Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan •
Meningkatnya Kualitas Penyelenggaraan Transmigrasi • Meningkatnya Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Perempuan, dan Perlindungan Anak • Meningkatknya
kesetaraan gender • Meningkatnya Pembinaan Kepemudaan dan Olahraga •
Meningkatnya Sarana dan Prasarana Kepemudaan dan Olahraga • Meningkatnya
Prestasi Pemuda dan Atlit Olahraga • Meningkatnya Kualitas Iman dan Taqwa •
Meningkatnya Kualitas Sarana dan Prasarana Keagamaan • Meningkatnya
Pengembangan dan Pelestarian Kebudayaan Daerah • Meningkatnya Promosi Seni dan
Cagar Budaya • Meningkatnya Sarana Budaya dan Kebudayaan • Meningkatnya
Kualitas Kehidupan Politik dan Wawasan Kebangsaan • Meningkatnya Ketertiban dan
Keamanan
2. Strategi • Peningkatan Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) • Peningkatan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial • Peningkatan
Kesejahteraan Rumah Tangga Sasaran • Peningkatan Pencegahan, Penanggulangan,
dan Penanganan Bencana • Peningkatan Kualitas dan Produktifitas Tenaga Kerja •
Peningkatan Kesempatan Kerja dan Menurunkan Tingkat Pengangguran • Peningkatan
Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Lembaga • Peningkatan kualitas dan
kuantitas pemberdayaan masyarakat • Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan
Transmigrasi • Peningkatan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Perempuan, dan
Perlindungan Anak • Peningkatan kesetaraan gender • Peningkatan Kualitas
Kabupaten Layak Anak • Peningkatan Pembinaan Kepemudaan dan Olahraga •
Peningkatan Sarana dan Prasarana Kepemudaan dan Olahraga • Peningkatan Prestasi
Pemuda dan Atlit Olahraga • Peningkatan Kualitas Iman dan Taqwa • Peningkatan
Kualitas Sarana dan Prasarana Keagamaan • Peningkatan Pengembangan dan
Pelestarian Kebudayaan Daerah • Peningkatan Promosi Seni dan Cagar Budaya •
Peningkatan Sarana Budaya dan Kebudayaan • Peningkatan Kualitas Kehidupan
Politik dan Wawasan Kebangsaan • Peningkatan Ketertiban dan Keamanan
3. Kebijakan • Meningkatkan Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial ( PMKS ) • Meningkatkan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial •
Meningkatkan Kesejahteraan Rumah Tangga Sasaran • Meningkatkan Pencegahan,
Penanggulangan, dan Penanganan Bencana • Meningkatkan Kualitas dan
Produktifitas Tenaga Kerja • Meningkatkan Kesempatan Kerja dan Menurunkan Tingkat
Pengangguran • Meningkatkan Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Lembaga
• Meningkatkan kualitas dan kuantitas pemberdayaan masyarakat • Meningkatkan
Kualitas Penyelenggaraan Transmigrasi • Meningkatkan Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Perempuan, dan Perlindungan Anak • Meningkatkan kesetaraan gender
• Meningkatkan Kualitas Kabupaten Layak Anak • Meningkatkan Pembinaan
Kepemudaan dan Olahraga • Meningkatkan Sarana dan Prasarana Kepemudaan dan
Olahraga • Meningkatkan Prestasi Pemuda dan Atlit Olahraga • Meningkatkan
Kualitas Iman dan Taqwa • Meningkatkan Kualitas Sarana dan Prasarana Keagamaan
• Meningkatan Pengembangan dan Pelestarian Kebudayaan Daerah • Meningkatkan
Promosi Seni dan Cagar Budaya • Meningkatkan Sarana Budaya dan Kebudayaan • Meningkatkan
Kualitas Kehidupan Politik dan Wawasan Kebangsaan • Meningkatkan Ketertiban dan
Keamanan
Selain tertuang dalam RPJMD, tahun 2013 ini Kabupaten Temanggung juga
sedang menyusun Peraturan Bupati Temanggung tentang Pedoman Pelestarian dan
Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten
Temanggung.
PRIORITAS PENATAAN DAN PELESTARIAN KOTA PUSAKA (P3KP) KABUPATEN TEMANGGUNG
Prioritas Penataan dan Pelestarian terutama di Kota Parakan diarahkan pada
dua poros utama, yaitu Poros BT (Barat-Timur) dan Poros SU (Selatan-Utara)
A. Poros Barat-Timur
Poros ini memetakan kekayaan pusaka budaya yang terangkai membentuk kota
Parakan sekarang. Pada dasarnya Pusaka 1 dan Pusaka 2 mewakili masa Kadipaten
Menoreh (sampai 1825), lalu Pusaka 3 dan Pusaka 4 memperlihatkan dinamika paruh
Barat kota Parakan sejak 1830. Demikian juga Pusaka 5 dan Pusaka 6 menampilkan
wajah paruh Timur kota Parakan sejak akhir Perang Jawa (1830). Paangan
terakhir, Pusaka 7 dan Pusaka 8 merupakan peninggalan masa prakemerdekaan, dari
masa akhir abad ke-19, yaitu Kawedanan (sekitar 1880) dan Setasiun Kereta Api
(awal abad ke-20). Poros ini dapat menjadi pedoman untuk penyusunan perjalanan
pusaka (heritage trail) untuk memahami kota Parakan secara menyeluruh.
A.1. Mesjid Baitturakhim Jetis Mesjid ini satu-satunya bangunan peninggalan
masa Kadipaten Menoreh (1817-1825), mungkin sekali bahkan sudah ada sebelumnya
jika Bupati Siti Bumi sebelumnya berada di tempat ini juga. Meskipun mesjid ini
telah mengalami peremajaan empat tahun yang lalu, tetapi bentuknya tetap
dipertahankan seperti semula. Bisa jadi mesjid ini merupakan wakil bangunan
tertua di kawasan Kedu.
A.2. Alun-alun Kadipaten/ Gerbang Pasar Legi Pada awal Perang Jawa,
Kadipaten Menoreh dibumihangus, hanya mesjidnya yang tersisa. Selama satu abad
kawasan ini terbengkalai dan baru pada tahun 1925 dibangun menjadi pasar yang
baru untuk menggantikan pasar lama di seberang Kompleks Kawedanan yang telah
terlalu pasar dan mengganggu terminal di dekatnya yang semakin ramai. Saat ini
berkenaan dengan pembangunan Pasar Legi baru, maka yang tersisa hanyalah
bangunan Gerbang Pasar Legi ini sebagai bagian ingatan bersama (collective
memory) masyarakat Parakan.
A.3. Mesjid Jamik Al-Barokah Bamburuncing Mesjid terbesar dan terpenting,
sekaligus pusat kehidupan sosial religius di kawasan Parakan. Mesjid ini juga
ekspresi keIslaman masyarakat kampung Kauman yang berawal dari pengikut
Pangeran Dipanegara yang tidak mau kembali ke kota kerajaan, memilih menjadi
rakyat biasa di pedalaman. Di masa revolusi kemerdekaan, mesjid ini adalah
pusat dan markas Laskar Hizbullah dan Barisan Muslim Temanggung yang mendukung
republik baru. Lebih penting lagi ketika menjadi pusat penyepuhan bamburuncing
yang mengobarkan semangat ratusan ribu pemuda dari berbagai penjuru tanahair
untuk melawan penjajah. Bangunan mesjid telah mengalami beberapa perubahan dan
perluasan sehingga bentuknya yang sekarang.
A.4. Museum K.H. Subuki K.H. Subuki adalah tokoh masyarakat yang dihormati
dan disegani, sehingga didaulat menjadi ketua badan perjuangan di masa awal
revolusi kemerdekaan. Beliau bahkan kemudian dipercaya beberapa tokoh nasional
untuk mengepalai proses penyepuhan bamburuncing untuk mengobarkan semangat para
pemuda pejuang. Bermula hanya untuk masyarakat Parakan-Temanggung saja, berita
mengenai kegiatan ini menyebar ke segala penjuru sehingga ratusan ribu pemuda
membanjiri Parakan sejak akhir tahun 1945 sampai akhir tahun 1948.
Saat ini beliau sedang dalam proses pengusulan untuk mendapatkan gelar
Pahlawan Nasional. Bersamaan dengan itu rumah tempat tinggal beliau di kampung
Karangtengah juga mulai disiapkan untuk menjadi Museum K.H. Subuki untuk
mengenang keteladanan beliau serta benda dan memorabilia mengenai beliau.
A.5. Pecinan Parakan Pecinan Parakan terbentuk sepanjang jalan antar
wilayah yang membentang dari Desa Wanutengah sampai Ngadirejo, sekarang
penggalan utamanya dikenal sebagai Jl. Brigjen. Katamso, dan mengikuti jalan
penghubung antara Jetis dan Banjarsari. Pusat dari desa yang disebut terakhir ini
adalah Kademangan (penguasa tertinggi kedua setelah Adipati) yang berdiam di
sisi Barat bekas Bioskop Winsu sekarang. Di sekeliling kawasan inilah
masyarakat Cina berpusat, mendekati pasar dan pemimpin mereka (Luitenant der
Chineezen) yang berdiam tepat di belakang Kademangan. Di kawasan ini masih
terdapat beberapa bangunan tua yang patut dilestarikan karena mewakili jaman
itu. Misalnya rumah keluarga Tjiong, rumah keluarga Siek yang sekarang menjadi
gudang, bekas rumah keluarga Siek yang sekarang telah dipugar menjadi Prasada
Mandhala Dharma, dan beberapa yang lain.
Kawasan Pecinan Parakan istimewa sekali karena walaupun sekilas menampilkan
suasana Cina, tetapi pada dasarnya mengikuti (dengan ketat) pola perkampungan
asli pedesaan Sindoro-Sumbing! Bahkan susunan rumahpun banyak mengikuti pola
Jawa. Perpaduan seperti ini jarang ditemui di kota lain, karena biasanya
Pecinan benar-benar di'kurung' peraturan pemisahan oleh penjajah.
A.6. Kelenteng Hok Tik Tong Kelenteng ini istimewa karena menjadi kelenteng
tertua di pedalaman Pulau Jawa. Kelenteng ini dibangun oleh komunitas Pecinan
pada tahun 1842, hanya setahun lebih muda dari kelenteng tertua di Singapura.
Dalam perjalanannya kelenteng ini telah mengalami perbaikan dan penambahan
beberapa kali. Catatan mengenai hal ini masih dapat diikuti berkat adanya
prasasti di papan kayu yang masih dipertahankan sampai sekarang.
Dari keletakannya, nampa jelas bahwa kelenteng ini dibangun sebagai
'pelindung' kawasan Pecinan yang berpusat di sepanjang Jl. Bamburuncing sekarang
dan di'terima' atau di'pangku' oleh Kelenteng Hok Tik Tong ini. Menurut
kepercayaan lama, posisi ini menahan semua pengaruh buruk yang masuk melalui
jalan utama tersebut.
A.7. Kompleks Kawedanan Awal dasawarsa 1880an, administrasi pemerintahan
menentukan wedana sebagai bawahan bupati, menggantikan demang dari birokrasi
Jawa lama. Rupanya kediaman wedana atau kawedanan diletakkan di ujung timur
desa Parakan, disiapkan untuk perkembangan selanjutnya, yaitu pembangunan jalan
masuk kota yang baru di arah Timur, lurus dari jalan ke Kabupaten melalui Bulu.
Bersama dengan perpindahan dari demang ke wedana ini, maka pusat kota bergeser
ke arah Timur, di sekeliling kawedanan baru. Pasar (Pasar Lawas), gereja,
sekolah dan penjara dibangun di kawasan ini.
Kompleks bangunan kawedanan ini berlanggam Indis, yaitu penyesuaian
bangunan Eropa pada iklim tropis Indonesia, tetapi kemudian ditambah dengan
bangunan pendapa gaya Jawa pada awal abad ke-20. Beberapa penambahan lain yang
agak mengganggu adalah bangunan BKK serta pembangunan taman yang kurang serasi.
Setelah terbengkalai bertahun-tahun, sekarang kompleks ini mulai remai
digunakan beberapa organisasi kemasyarakatan dengan restu Kabupaten.
A.8. Stasiun Kereta Api Kebijakan kereta api (waktu itu NIS,
Nederlandsch-Indie Spoorwegen) telah merencanaan bahwa Jawa bagian Tengah dan
Timur, memerlukan tiga jalur perhubungan, yaitu di sisi Utara, Selatan dan
Tengah. Sudah saat itu diramalkan bahwa Pulau Jawa akan menjadi nesopolis, kota
pulau raksasa, sehingga perhubungan darat akan bertumpu pada kereta api.
Oleh karena itu sedini 1907, sambungan rel telah mencapai Parakan, sebagai
cabang jalur Yogya-Semarang, untuk dihubungkan dengan Wonosobo yang merupakan
titik ujung jalur Serayu. Sayang sekali semua itu tidak tercapai, bahkan sejak
akhir dasawarasa 1970-an kereta api menjadi 'barang asing' bagi masyarakat
Kabupaten Temanggung.
Yang tertinggal di Parakan adalah bangunan setasiun beserta jembatan yang
dibangun di samping jembatan melintasi Kali Galeh yang lama. Sekarang kegiatan
lalu-lintas memusat ke jembatan baru di sisi barat, kelanjutan jalan raya Kedu
yang dibangun belakangan.
B. Poros Selatan-Utara
Poros Selatan-Utara menampilkan bukti kejayaan masa lampau kawasan Timur
Sumbing-Sindoro. Sudah sejak awal peradaban, kawasan ini didiami oleh
masyarakat yang bertumpu pada budi daya padi dan mampu mencapai kekayaan budaya
berupa rangkaian candi dan pamujan. Bukan hanya itu, tetapi poros ini juga
merupakan bagian dari jalur perhubungan antara pedalaman (Mataram dan Bagelen)
dan pesisir (Kendal dan Batang). Jalur ini juga mengarah ke Barat, ke pusat
pemujaan Dihyang (Dieng).
B.1. Gandasuli Salah satu prasasti tertu di Indonesia ada di desa ini, di
tengah reruntuhan candinya. Keistimewaan lain prasasti ini adalah bahwa bahasa
yang digunakan Bahasa Melayu Kuno, yang biasanya digunakan di Sumatera daripada
di Jawa. Sudah jelas pusaka ini sangat penting bagi bangsa.
B.2. Situs Andasewu (Watu Ambal) Tahun 1930-an, baru dilaporkan penemuan
adanya tangga batu di Desa Tlahap. Sayang sekali temuan ini tidak dianggap
penting, sehingga situs ini terlantar, bahkan kemudian sebagian runtuh karena
pengaruh alam.
Tangga ini hanyalah bagian dari kompleks pemujaan yang terletak di tempuran
atau pertemuan dua sungai, Kali Galeh dan Kali Sibelik. Pertemuan dua sungai
selalu dianggap keramat sampai sekarang, bahkan Borobudurpun terletak di
pertemuan Sungai Praga dan Sungai Elo. Di sisi atas masih tersisa lahan rata
berdinding (teras) dengan dua buah lingga yang masih dipuja sampai sekarang.
Kemungkinan besar di bawah tangga panjang ini juga masih ada satu teras
pemujaan lagi. (YA/Stl)